asmaul husna

asmaul husna
subhanallah

Selasa, 06 Juni 2017





PEMBIASAN HTI : MEMBAHAGIAKAN INDONESIA DAN MERESAHKAN PEMERINTAH



Hiruk pikuk Indonesia detik ini terkait sebuah ormas yang sedang melegenda,HTI, bukan satu-satunya problem utama. Namun tak dapat dipungkiri, perlulah dicari jalan keluar atas insidennya yang sudah menjadi berita api menyala-nyala dalam domain negri bhineka ini. Sesungguhnya masing-masing kedua belah pihak memanglah benar adanya menurut apa yang mereka yakini. Pemerintah dengan keyakinan bulatnya menyatakan bahwa Hizbuttahrir Indonesia telah melanggar dasar negara pancasila merupakan bukan tanpa bukti dan alasan, seluruhnya telah melalui proses yang rumit dan  tak sebentar. Hal ini diperkuat dengan action yang tak main-main dari pemerintah dalam pengumpulan  pelbagai bukti yang sebenarnya sudah ada baik dari Porli, Kemendagri maupun Kemenkem HAM. Dengan ini pemerintah bisa dikata non-aksioma.
Disisi lain, Hizbuttahrir sendiri yang melakukan pemberontakan akan dibubarkannya ormas seta seluruh aktifitas mereka, juga memiliki alasan intens bahwa menurut mereka tak ada satu sila pun dari kelima panca itu yang mereka nodai, bahwa mereka adalah ormas berbadan hukum, yang mana kegiatannya adalah berdakwah. Mereka meyakini bahwa dakwah ini adalah sampel aksi nyata dari pengamalan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Seperti apa yang telah diungkapkan oleh Ketua DPP HTI, Rokhmat Labib dalam  polemik sengitnya dengan tokoh pemuka ketua Gerakan  Pemuda Anshor, Syaiful Dasuki dan seorang politisi Nasdem, Effendy Choiry bahwa HTI adalah ormas yang mengakui pancasila dan tak menafikannya, mereka pula telah mengamalkan undang-undang mengenai ormas, yakni no 17 tahun 2013, sehingga apabila benar adanya pembubararan atas mereka maka menurutnya  rezim ini adalah  represif yang secara tidak permisi asal membubarkan tanpa alasan mendasar. HTI tentu tak ingin dianaktirikan, pula tak ingin teraliensi. Hal ini menjadi menarik bila dikajii lebih mendalam. Sebab tak ada yang tau mana diantara kedua belah pihak yang benar, pemerintah atau ormas itu sendiri. Sekali lagi, mereka adalah benar menurut apa yang mereka yakini masing-masing.
“Ketetapan MPRS NoXX MPRS/1966 menyatakan, Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum tidak lain adalah nilai-nilai pancasila sebagai norma dasar paling fundamental, sehingga mampu menjadi pandangan hidup dan visi masa depan. Pancasila harus diletakkan sebagai ideologi negara yang memberi ruang hidup bagi ideologi lain sepanjang tidak bertentangan dengan gagasan pokok pancasila.” Apa yang diungkapkan oleh As’ad Said Ali dalam bukunya yang berjudul Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Bangsa ini perlu percobaan untuk dikaitkan dengan konsep siyasah dari HTI, yakni khilafah. Khilafah berdasar apa yang disampaikan oleh salah seorang pengikut HTI, dalam sebuah situsnya menuturkan bahwa khilafah atau imamah menurut Imam Al-Mawardi dalam Al-Ahkam Assulthaniyyah diposisikan untuk mengganti nabi dalam menjaga agama dan mengurus dunia, dan mengangkat orang yang melakukannya (menjaga agama dan mengurus dunia) ditengah-tengah umat adalah wajib berdasarkan ijma’. Dengan ini memang tujuan khilafah adalah wajib menurut mereka. Apa yang disampaikan oleh ketua GP Anshor yang mendebat Kyai Rokhmat Labib terkait konsep khilafah HTI bahwa dalam Kitab Manhaj Hizbuttahrir mengharuskan khilafah tidak boleh serasi dengan pancasila dan undang-undang bisa saja dijamin kebenarannya meskipun secara lisan HTI menyatakan bahwa mereka sepadan dengan ideologi negara ini. Entah ini merupakan sebuah fakta atau sekedar kamuflase.
Apabila khilafah sudah diterapakan di Indonesia maka secara definitif seluruh sistem akan didasarkan pada sistem pemerintahan sebagaimana zaman Rasul dulu. Hal ini sudah jelas akan membiaskan pancasila, undang undang, kebhinekaan serta NKRI, atau yang biasa disebut dengan empat pilar. Indonesia yang berciriikan keragaman dari berbagai aspek akan kehilangan jati dirinya. Ideologi negara menjadi bukan pancasila lagi. Adanya disparitas terpaksa harus disamakan mengikuti seluruh sistem rezim Islam. Inilah hal pokok yang memotivasi pemerintah membubarkan mereka. Namun ada satu hal yang perlu diingat oleh pemerintah. Seharusnya tidak secepat dan semudah itu mereka memutuskan sesuatu Walaupun telah dilakukan berbagai pengumpulan bukti atas ketidakbenaran HTI yang memberi wacana menyebabkan runtuhnya keutuhan NKRI. Keberadaan ormas yang berkembang di Indonesia tahun 80an ini bukan tanpa perjuangan keras menyosialisasikan dan menyebarkan dakwahnya hingga seluruh penjuru tanah air. Asumsi-asumsi dampak dari adanya kebijakan penyirnaan  HTI harus lebih didiskusikan lagi. Bentuk protes mereka yang tidak dihargai akan menimbulkan rasa bahwa mereka semakin terpojokkan dimana tak adalagi dukungan, dengan kata kasar barangkali akan tumbuh dendam dalam diri. Sekali lagi, karena ideologi adalah bagaikan hati. Ia adalah bagian dari kehidupan bagi yang menganutnya sehingga mustahil jika konsep khilafah dengan begitu saja dihenyakkan dari batin mereka. Maka apabila mereka resmi dituntaskan dari negri ini justru akan semakin merajalela dakwah mereka secara teka-teki yang pemerintah semakin tak mampu mendeteksinya lagi. Keputusan pembubaran dapat saja membahagiakan Indonesia dan pemerintahnya secara kasat mata, namun dalam jangka panjang malah akan meresahkan dan merepotkan pemerintah dalam mengidentifikasi keberadannya. Penyebaran dakwah yang tersembunyi akan secara perlahan kembali membawa kejutan bahwa mereka masih ada, dan khilafah masih diperjuangkan hingga tetes darah terakhir. Desisi pembiasan HTI bukanlah absolut yang terbaik. Mungkin. Mindset pemerintah perlu dikaji dan digali kembali.